TNews, BENGKULU SELATAN – Di tengah debu tanah dan teriknya matahari, ada seorang perempuan tangguh yang tak kenal lelah dalam menjalani tradisi usaha pembuatan batu bata merah di Desa Pagar Dewa, Kecamatan Kota Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan.
Dialah Indah (32), yang sudah puluhan tahun menekuni pekerjaan ini, sebuah usaha yang diwariskan turun-temurun oleh kakek neneknya.
“Sudah lama sekali, bahkan saya sudah tidak ingat lagi sejak kapan. Ini sudah dimulai sejak nenek kami, dan mayoritas orang di sini juga membuat batu bata merah,” ujar Indah mengenang perjalanan panjang usaha keluarganya.
Usaha yang mungkin bagi banyak orang terlihat sederhana, namun memiliki makna yang dalam bagi kehidupan mereka.
Proses pembuatan batu bata ini tidaklah mudah. Dimulai dari pengambilan tanah liat menggunakan ekskavator, Indah dan timnya memastikan kualitas tanah yang akan diolah. Setelah itu, tanah liat disaring dari batu kerikil agar batu bata yang dihasilkan tidak mudah retak saat dikeringkan.
Tahap berikutnya adalah melunakkan tanah dengan menggunakan cangkul dan mesin penggiling, dilanjutkan dengan proses penggulungan sebelum pencetakan.
Setiap hari, Indah bisa mencetak hingga 500 buah batu bata merah. “Setelah itu, kami biarkan batu bata mengering selama seminggu hingga dua minggu, tergantung cuaca,” jelasnya. Proses pengeringan ini sangat penting, karena cuaca yang buruk bisa menghambat hasil yang sempurna.
Namun, pembuatan batu bata merah tidak berhenti di situ. Setelah batu bata kering, langkah berikutnya adalah pemanggangan. Indah dan teman-temannya bekerja keras menyusun batu bata dalam tungku pemanggangan, dengan jumlah mencapai 10 ribu buah setiap kali proses pemanggangan. Selama dua hari, mereka menjaga api tetap menyala agar batu bata bisa matang sempurna.
“Jika api padam, proses bisa gagal, jadi kami harus benar-benar menjaga api tetap menyala, bahkan saat malam hari,” katanya.
Setelah pemanggangan, batu bata dibiarkan dingin selama dua hari sebelum akhirnya siap dipasarkan. Semua proses ini memakan waktu sekitar satu hingga dua bulan, tergantung cuaca yang tak menentu.
Meski begitu, Indah dan timnya terus bersemangat, karena mereka tahu hasil jerih payah mereka sangat dihargai. Dengan harga jual yang relatif terjangkau, Rp 300 hingga Rp 500 per buah, batu bata yang mereka buat digunakan untuk membangun banyak rumah dan fasilitas di sekitar desa.
Kisah Indah adalah gambaran nyata ketekunan dan keberanian seorang perempuan dalam menghidupi keluarga dan mempertahankan warisan budaya. Di balik setiap batu bata yang diproduksi, ada dedikasi, kerja keras, dan semangat yang tak pernah padam.
Sebuah kisah yang menginspirasi, menunjukkan bahwa apapun pekerjaan yang kita pilih, dengan ketulusan dan semangat, kita bisa memberikan dampak besar bagi kehidupan banyak orang. (Sony)