Kisah Pilu Trinidah: Harapan Seorang Janda Tua di Bengkulu Selatan yang Terlupakan

Tirnidah (63) seorang janda tua warga Desa Keban Agung 1 Kecamatan Kedurang Kabupaten Bengkulu Selatan sudah puluhan tahun hidup dengan segala keterbatasanya.

TNews, BENGKULU SELATAN – Di sebuah sudut Desa Keban Agung 1, Kecamatan Kedurang, Kabupaten Bengkulu Selatan, hidup seorang perempuan bernama Trinida (63), yang telah bertahun-tahun berjuang dengan keterbatasan hidup yang begitu berat.

Seorang janda tua yang hanya bisa mengandalkan pekerjaannya sebagai buruh tani, Trinida tinggal di rumah yang kondisinya jauh dari kata layak huni. Dalam kesunyian malam, ia harus merasakan pahitnya kehidupan yang terkadang terasa tak tertahankan.

Rumah yang ditempatinya jauh dari kenyamanan, bahkan fasilitas dasar seperti WC pun tidak tersedia. Setiap hari, Trinida dan anaknya, Sigit, yang mengalami gangguan jiwa, harus berjalan sejauh 100 meter ke sungai belakang rumah untuk sekadar buang air. Terlebih lagi, di malam hari, Trinida harus membawa pisau untuk berjaga-jaga demi menghindari ancaman yang mungkin datang di perjalanan.

Dengan air mata berlinang, Trinida mengungkapkan betapa beratnya beban hidupnya. “Inilah keadaan rumah kami, nak. Kalau mau buang air besar atau kecil, sangatlah susah. Kami harus berjalan jauh ke sungai, dan malam hari, saya harus membawa pisau untuk merasa sedikit lebih aman,” katanya sambil menahan tangis.

Namun, beban hidupnya tidak berhenti di situ. Anaknya, Sigit, yang telah mengalami gangguan jiwa selama lebih dari sepuluh tahun, sering kali menunjukkan perilaku yang tidak bisa dikendalikan, bahkan kadang keluar dari rumah dan mengganggu ketenangan tetangga. Untuk menghindari hal itu, Trinida terpaksa mengikat anaknya dengan rantai kecil agar tidak mengganggu lingkungan sekitar.

Trinida, meski dengan segala keterbatasan, tetap berusaha bertahan dengan penghasilan seadanya sebagai buruh tani. Namun, kondisi ekonomi yang semakin sulit, ditambah dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, membuatnya semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Jika tidak ada penghasilan, saya hanya bisa berharap pada bantuan dari anak atau saudara. Biasanya mereka memberi lauk pauk untuk makan,” tambahnya dengan suara yang penuh harap.

Tetangga dan warga sekitar sangat berharap agar Trinida segera mendapatkan bantuan dari pemerintah atau pihak-pihak yang peduli. Mereka berharap agar ibu Trinida dapat merasakan sedikit kenyamanan dengan tempat tinggal yang lebih layak dan fasilitas dasar seperti WC yang memadai. Ini adalah harapan sederhana yang sangat berarti bagi seorang perempuan yang sudah terlalu lama terlupakan.

Di balik kesulitan dan penderitaan yang ia alami, Trinida masih menyimpan harapan. Harapan akan hidup yang lebih baik, dengan rumah yang layak huni dan masa depan yang sedikit lebih cerah bagi dirinya dan anaknya. Semoga kisah ini bisa menggugah hati kita semua untuk lebih peduli, berbagi, dan membantu mereka yang membutuhkan. (Sony)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *