TNews, BENGKULU – Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu gelar aksi unjuk rasa di Kantor KPID dan DPRD Provinsi Bengkulu untuk Tolak Revisi UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002, tentang Penyiaran (versi Maret 2024), Rabu (29/5/2024).
Aksi ini dimulai dengan menyampaikan aspirasi di Kantor KPID Bengkulu sekitar pukul 09:00 WIB dan dalam aspirasi tersebut 5 komisioner KPID Bengkulu menolak untuk tandatangani pernyataan sikap akan penolakan RUU Penyiaran tersebut.
Setelah KPID menolak tanda tangan pernyatan sikap akan penolakan RUU Penyiaran, pulahan jurnalis langsung menuju Kantor DPRD Provinsi Bengkulu pukul 10:00 WIB dengan membawa keranda dan berjalan mundur menandakan matinya demokrasi, dan lagi-lagi ditolak juga sama DPRD Provinsi Bengkulu.
“Dengan membawa keranda dengan berjalan mundur ini sebagai tanda penolakan kami, terhadap pasal problematik di RUU Penyiaran, dan pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers, demokrasi dan HAM,” ujar Romi Juniandra selaku Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi.
Di tempat yang sama, Ketua IJTI Provinsi Bengkulu Uncu Lihin mengatakan aksi ini dilakukan karena megancam kebebasan pers, apalagi lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI tertuang dalam Pasal 42 dan Pasal 50B ayat 2c. Ditambah dengan adanya kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial.
“Meskipun tadi ada penolakan penandatanganan dari KPID dan DPRD Provinsi Bengkulu, kita akan berjuang sekuat tenaga untuk menolak RUU ini dan kita akan liat, apakah benar aspirasi kita akan sampai di tingkat DPR RI,” kata Uncu Lihin.
Aksi ini diikuti oleh Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bengkulu Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bengkulu, Forum Komunikasi Wartawan (FKW) KAHMI Bengkulu, Radio Dehasen Bengkulu dan UKM Cinematografi Universitas Dehasen Bengkulu.
Adapun tuntutan dari Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu:
1. Meninjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran;
2. Menghapus pasal-pasal problematik yang berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi;
3. Melibatkan Dewan Pers dan kelompok masyarakat sipil yang memiliki perhatian khusus terhadap isu-isu yang beririsan.*